Halaman

Rabu, 08 Desember 2010

Sejarah Maritim


Sejarah Maritim merupakan sejarah kelautan, yang dianggap sebuah terobosan yang membuat sejarah Indonesia semakin beranekaragam. Biasanya sejarah hanya menceritakan kehidupan di darat. Bagaimana kalau di air? Sejarah Maritim menurut saya lebih menarik untuk disimak. Karena akan membahas tuntas semua hal - hal yang berhubungan dengan kelautan, khusunya yang dibahas ini adalah perairan Indonesia.  Untuk menjelaskan sejarah maritim, penulis akan menjelaskan dari buku - buku yang bertemakan sejarah Maritim. Yakni, Orang Laut, Bajak laut, Raja Laut : Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX karya Adrian B. Lapian dan Cilacap (1830 - 1942) : Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa karya Susanto Zuhdi.

Orang Laut, Bajak laut, Raja Laut : Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX
Buku ini menjelaskan Sejarah Kawasan Laut di Sulawesi pada abad XIX. Jika dilihat isinya lebih menjelaskan tentang keberadaan orang laut, bajak laut dan raja laut. Dalam hal kekuatan, tipe orang laut bersifat lokal. Sebab hanya terbatas pada perairan sekitar pemukimannya. Secara sosio - polittis struktur dan organisasinya masih berada pada tingkat awal, namun setiap pelanggaran atas gangguan terhadap apa yang dianggapnya sebagai hak teritorial akan ditentangnya sekuat tenaga, kecuali jika menghadapi kekuatan yang lebih besar, khususnya dari pihak Bajak Laut dan Raja Laut. Dalam hal demikian bagi Orang Laut ada alternatif untuk mempertahankan eksistensinya : bekerjasama dengan kekuatan yang lebih besar itu atau berpindah ke tempat yang lain.     
Sedangkan bagi Bajak Laut kekuatannya didukung oleh masyarakat yang telah mengenal struktur yang lebih maju dengan pimpinan  yang lebih berwibawa. Pengertian "Bajak Laut" sebenarnya merupakan pengertian yang timbul di kalangan Raja Laut, sebab dilihat dari sudut pandang Raja Laut maka tipe Bajak Laut adalah outlaw yang berada di luar sistem hukum yang berlaku. Dengan kata lain, mereka merupakan penjahat dan perompak yang beroperasi di laut. Dilihat dari sudut pandang netral, kekuatan Bajak Laut adalah kekuatan tandingan bagi Raja laut, hal mana lebih dirasakan bila terjadi vakum kekuasaan di suatu wilayah tertentu. Jika kekuatan Raja Laut merosot, maka peranannya diambil alih oleh Bajak Laut. Masyarakat di perairan bersangkutan cenderung untuk mengalihkan hubungan ketergantungannya dari Raja Laut kepada kekuatan tandingan ini demi keamanan diri sendiri. Apabila kemerosotan di pihak Raja Laut. Dalam hal demikian Bajak Laut telah menjadi Bajal Laut.
Sedangkan Raja laut memiliki kekuatan yang sah, yakni yang diakui dalam pergaulan antar bangsa. Dalam realitas abad XIX dan sebelumnya keabsahan demikian lebih banyak ditentukan oleh kekuatan fisik, jadi dalam hal kekuatan laut berarti pemulihan armada tempur dan pertahanan yang memadai.

Cilacap (1830 - 1942) : Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa
Pelabuhan Cilacap berkembang atas kebijakan pemerintah kolonial Hindia - Belanda di Batavia. Secara geografis, pelabuhan di pantai selatan Jawa ini cenderung terisolasi dibanding pelabuhan - pelabuhan lain di pantai utara. Cultuurstelsel, yang diterapkan oleh pemerintah kolonial sejak tahun 1830 untuk eksploitasi potensi sumber daya alam dan penduduk di daerah - daerah pedalaman di Jawa Tengah dan bagian Jawa Barat, menjadikan pelabuhan ini berkembang.
Masa setelah pembukaan kereta api dari Yogyakarta ke Cilacap dan tersambungnya Cilacap dengan Cicalengka (1887 - 1930) merupakan meningkatnya kegiatan pelabuhan khusunya di bidang ekspor. Antara tahun 1909 sampai tahun 1914 merupakan periode puncak ekspor Pelabuhan Cilacap. Posisi itu diatas Pelabuhan Pekalongan, Tegal, dan Cirebon. Di samping gula, yang merupakan komoditas utama, kopra dan minyak kelapa memberikan sumbangan besar paket ekspor Pelabuhan Cilacap. Kedua komoditas itu telah menggeser kedudukan kopi yang merupakan produksi monopoli pemerintah. Perkembangan setelah tahun 1870 memperlihatkan masuknya sektor swasta di pelabuhan Cilacap. Mereka mendirikan perusahaan minyak kelapa dan sejumlah usaha jasa. Di samping itu berdiri pula berbagai kantor keagenan antara lain NHM, Geo-Wehry, Borsumij. Meskipun demikian posisi Pelabuhan Cilacap tidak dapat menyaingi Pelabuhan Semarang. Memang, Pelabuhan Semarang menghadapi persoalan pelumpuran yang hebat sehinggauntuk kapal besar tidak dapat merapat. Akan tetapi Semarang diuntungkan karena letaknya di jalur pelayaran yang ramai.
Pengaruh depresi ekonomi dunia terhadap Pelabuhan Cilacap secara absolut memang menyebabkan nilai ekspor menurun drastis, akan tetapi secara relatif posisinya masih berada di atas Pekalongan, Tegal dan Cirebon. Dalam tahun 1931 - 1932, Pelabuhan Cilacap bahkan memperlihatkan peningkatan jumlah ekspor kopra. Fenomena lain misalnya pada tahun 1937, ekspor minyak kelapa dari Pelabuhan Cilacap merupakan komoditas kedua terbesar dalam paket ekspor Jawa - Madura, setelah Surabaya. Karakteristik Pelabuhan Cilacap menunjukan perbedaan mencolok antara besarnya nilai ekspor dan rendahnya nilai impor. Bahkan nilai impor Cilacap berada di bawah Pelabuhan Cirebon.
Arus pendatang menyebabkan pertambahan penduduk Kota Cilacap. Jika dibandingkan dengan Pekalongan, Tegal dan Cirebon, memang kenaikan penduduk Cilacap lebih rendah. Dalam periode antara tahun 1920 dan 1930 tampak pertambahan penduduk Kota Cilacap lebih meningkat daripada periode sebelumnya. Gejala itu memperlihatkan ada korelasi dengan masa puncak ekspor pelabuhan.
Akhirnya selain untuk keperluan ekonomi perdagangan, pelabuhan Cilacap juga memiliki karakter militer - pertahanan. Pembuatan benteng di ujung timur jalan masuk ke pelabuhan pada tahun 1840 - 1860, yang dikenal dengan "benteng endem", menunjukan pentingnya letak CIlacap dalam strategi pertahanan negara kolonial Hindia Belanda. Ketika bala tentara Jepang menyerang dan menguasai Jawa pada awal tahun 1942. Pelabuhan Cilacap menjadi tempat evakuasi Belanda meninggalkan Jawa ke Australia.

Kesimpulan
Dalam buku yang ditulis oleh A.B. Lapian dengan Susanto Zuhdi ada perbedaan yang mencolok dari isi buku tersebut. Yakni tema yang dibahas. Dalam buku A.B. Lapian dijelaskan sejarah Sulawesi atau lebih tepatnya sejarah kelautan yang membahas apa itu orang laut, bajak laut dan raja laut. Ketiga hal itu berkesinambungan dan saling menguntungkan satu sama lain. Tapi di satu sisi dijelaskan juga penulisan sejarah secara kronologi, munculnya bajak laut, raja laut, sampai kedatangan bangsa - bangsa barat seperti Portugis dan Spanyol. Sedangkan buku yang ditulis Susanto Zuhdi yang membahas tentang pelabuhan Cilacap. Berbeda dengan buku yang ditulis oleh A.B. Lapian. buku ini lebih membahas suatu kawasan pelabuhan yang berkembang di kawasan Cilacap. Dalam buku ini mengungkapkan sejarah sosial yang terdapat di pelabuhan CIlacap. Pelabuhan Cilacap saat itu memang suatu kawasan yang cukup berkembang salah satunya komoditas ekspor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar